Sabtu, 27 Februari 2010

KUH perdata mengenai EKONOMI

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2009
TENTANG
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA


Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Pembiayaan Ekspor Nasional adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong ekspor nasional.
  2. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan.
  3. Lembaga Keuangan adalah lembaga keuangan non-bank yang salah satu kegiatannya memberikan pembiayaan kepada Eksportir.
  4. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean Indonesia dan/atau jasa dari wilayah Negara Republik Indonesia.
  5. Eksportir adalah badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, termasuk perorangan yang melakukan kegiatan Ekspor.
  6. Pemerintah adalah Pemerintah Negara Republik Indonesia.
  7. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  8. Pembiayaan adalah kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang disediakan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
  9. Kredit adalah fasilitas pinjaman, baik berbentuk tunai maupun non-tunai, yang mewajibkan pihak peminjam melunasi seluruh kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga maupun imbalan jasa.
  10. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah fasilitas pembiayaan, baik berbentuk tunai maupun non-tunai, yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan fasilitas pembiayaan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
  11. Prinsip Syariah adalah pokok-pokok aturan berdasarkan hukum Islam yang dijadikan landasan dalam pembuatan perjanjian antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan pihak lain dalam menjalankan kegiatan Pembiayaan Ekspor Nasional.
  12. Penjaminan adalah pemberian fasilitas jaminan untuk menanggung pembayaran kewajiban keuangan pihak terjamin dalam hal pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban perikatan kepada kreditornya.
  13. Asuransi adalah pemberian fasilitas berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti.

Pasal 2
Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional berdasarkan atas asas:
a. kepentingan nasional;
b. kepastian hukum;
c. keterbukaan;
d. akuntabilitas;
e. profesionalisme;
f. efisiensi berkeadilan; dan
g. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Pasal 3
Pembiayaan Ekspor Nasional bertujuan untuk menunjang kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional.
Pasal 4
Pemerintah menetapkan kebijakan dasar Pembiayaan Ekspor Nasional untuk:
a. mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional;
b. mempercepat peningkatan ekspor nasional;
c. membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; dan
d. mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor.

Pasal 5
(1) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan dalam bentuk:

a. Pembiayaan

b. Penjaminan

c. Asuransi
(2) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan berdasarkan Prinsip Syariah.
(3) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada badan usaha baik badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum termasuk perorangan.
(4) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berdomisili di dalam atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 6
Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk pembiayaan modal kerja dan/atau investasi.
Pasal 7
Bentuk Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b meliputi:
a. Penjaminan bagi Eksportir Indonesia atas pembayaran yang diterima dari pembeli barang dan/atau jasa di luar negeri;
b. Penjaminan bagi importir barang dan jasa Indonesia di luar negeri atas pembayaran yang telah diberikan atau akan diberikan kepada Eksportir Indonesia untuk pembiayaan kontrak Ekspor atas penjualan barang dan/atau jasa atau pemenuhan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh suatu perusahaan Indonesia;
c. Penjaminan bagi Bank yang menjadi mitra penyediaan pembiayaan transaksi Ekspor yang telah diberikan kepada Eksportir Indonesia; dan/atau
d. Penjaminan dalam rangka tender terkait dengan pelaksanaan proyek yang seluruhnya atau sebagian merupakan kegiatan yang menunjang Ekspor.
Pasal 8
Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dapat diberikan dalam bentuk:
a. Asuransi atas risiko kegagalan Ekspor;
b. Asuransi atas risiko kegagalan bayar;
c. Asuransi atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri; dan/atau
d. Asuransi atas risiko politik di suatu negara yang menjadi tujuan ekspor.
Pasal 9
Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan oleh lembaga keuangan yang didirikan khusus untuk itu.
BAB III LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA
Bagian Kesatu Pembentukan, Status, dan Tempat Kedudukan
Pasal 10 (1) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pembiayaan Ekspor Nasional, berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI sebagai lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. (2) LPEI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum menurut Undang-Undang ini. (3) LPEI adalah lembaga yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat transparan, akuntabel, dan independen. (4) LPEI bertanggung jawab kepada Menteri.
Pasal 11 (1) LPEI berkedudukan dan berkantor pusat di Ibukota Negara Republik Indonesia. (2) LPEI dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Republik Indonesia.
Bagian Kedua Fungsi, Tugas, dan Wewenang
Pasal 12 LPEI berfungsi mendukung program ekspor nasional melalui Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
Pasal 13 (1) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, LPEI mempunyai tugas: a. memberi bantuan yang diperlukan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dalam rangka Ekspor, dalam bentuk Pembiayaan, Penjaminan, dan Asuransi guna pengembangan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang Ekspor; b. menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh perbankan, tetapi mempunyai prospek untuk peningkatan ekspor nasional; dan c. membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan pembiayaan bagi Eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangan ekonomi Indonesia. (2) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat melakukan: a. bimbingan dan jasa konsultasi kepada Bank, Lembaga Keuangan, Eksportir, produsen barang ekspor, khususnya usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; dan b. melakukan kegiatan lain yang menunjang tugas dan wewenang LPEI sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 14 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, LPEI berwenang: a. menetapkan skema Pembiayaan Ekspor Nasional; b. melakukan restrukturisasi Pembiayaan Ekspor Nasional; c. melakukan reasuransi terhadap asuransi yang dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan d. melakukan penyertaan modal. (2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dapat dilakukan pada badan hukum atau badan lainnya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas LPEI dengan persetujuan Menteri.
Pasal 15 LPEI dapat memberikan fasilitas Asuransi kepada Eksportir dalam hal lembaga asuransi ekspor tidak dapat memenuhi permintaan fasilitas asuransi bagi Eksportir atau dalam rangka memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh pembeli di luar negeri.
Pasal 16 Dalam melakukan kegiatannya, LPEI turut serta dalam sistem pembayaran nasional dan internasional.
Pasal 17 (1) Dalam menjalankan tugasnya, LPEI wajib menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, prinsip penerapan manajemen risiko, dan prinsip mengenal nasabah. (2) Penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, kemandirian, dan kewajaran. (3) Penerapan prinsip manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pemenuhan kecukupan modal minimum, pengawasan aktif, dan pemenuhan disiplin pasar terhadap risiko yang melekat.
(4) Penerapan prinsip mengenal nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup kebijakan dan prosedur identifikasi nasabah, pemantauan rekening nasabah, pemantauan transaksi nasabah, serta manajemen risiko. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan pelaksanaan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga Penugasan Khusus
Pasal 18 (1) LPEI dapat melaksanakan penugasan khusus dari Pemerintah untuk mendukung program Ekspor nasional atas biaya Pemerintah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang terkait dengan penugasan khusus pelaksanaan program Ekspor nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat Permodalan LPEI
Pasal 19 (1) Modal awal LPEI ditetapkan paling sedikit Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah). (2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. (3) Dalam hal modal LPEI menjadi berkurang dari Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah), Pemerintah menutup kekurangan tersebut dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan mekanisme yang berlaku. (4) Penambahan modal LPEI untuk menutup kekurangan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20 (1) LPEI dapat membentuk cadangan umum dan cadangan tujuan.
(2) Dalam hal akumulasi cadangan umum dan cadangan tujuan telah melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari modal awal LPEI, kelebihannya sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) digunakan untuk kapitalisasi modal dan 25% (dua puluh lima persen) sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak. (3) Kapitalisasi modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan Menteri.
Pasal 21 (1) Surplus yang diperoleh LPEI dalam kurun waktu 1 (satu) tahun kegiatan digunakan untuk: a. cadangan umum; b. cadangan tujuan; c. jasa produksi dan tantiem; dan d. bagian laba Pemerintah. (2) Persentase alokasi surplus ditetapkan: a. cadangan umum dan cadangan tujuan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari surplus; dan b. jasa produksi dan tantiem serta bagian laba Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dari surplus. (3) Besarnya persentase untuk cadangan umum, cadangan tujuan, jasa produksi dan tantiem, serta bagian laba Pemerintah ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kelima Sumber dan Penempatan Dana
Pasal 22 (1) Untuk membiayai kegiatannya, LPEI dapat memperoleh dana dari: a. penerbitan surat berharga; b. pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan/atau jangka panjang yang bersumber dari: 1. pemerintah asing; 2. lembaga multilateral; 3. bank serta lembaga keuangan dan pembiayaan, baik dari dalam maupun luar negeri; 4. Pemerintah; dan/atau c. hibah.
(2) Selain memperoleh dana dari sumber-sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat membiayai kegiatannya dengan sumber pendanaan dari penempatan dana oleh Bank Indonesia.
Pasal 23 (1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada LPEI sesuai dengan yang tercantum atau ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian pinjaman atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24 (1) LPEI dapat menempatkan dana yang belum dipergunakan untuk membiayai kegiatannya dalam bentuk pembelian surat berharga dan/atau penempatan di lembaga keuangan dalam negeri maupun luar negeri. (2) Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain dalam bentuk: a. surat berharga yang diterbitkan Pemerintah; b. Sertifikat Bank Indonesia; c. surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah negara donor; d. surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga keuangan multilateral; e. simpanan dalam bentuk rupiah atau valuta asing pada Bank Indonesia; dan/atau f. simpanan pada bank dalam negeri dan/atau bank luar negeri. (3) Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan dengan mempertimbangkan faktor likuiditas dan riseko.

SUMBER : WIKIMEDIA

Tidak ada komentar:

PERSIJA

PERSIJA