Rabu, 29 Desember 2010

Manusia dan Harapan

MANUSIA DAN HARAPAN

Kita ingat akan ibarat demikian, “manusia tanpa cita-cita ibarat sudah mati sebelum ajal”, artinya orang yang tidak suka atau tidak mempunyai cita-cita atau harapan itu tak cita-cita atau harapan. Jadi harapan itu sifatnya manusiawi dimiliki oleh siapapun dan dari golongan apapun.
Bila kita tinjau dari wujudnya dapat dikatakan tidak terhingga, namun bila dilihat
dari tujuannya hanya ada satu, ialah hidup bahagia. Bahagia dunia dan akhirat.
Dalam hubungannya dengan pendidikan moral, untuk mewujudkan harapan itu

sebagai berikut:
1.Harapan seperti apa yang baik
2.Bagaimana cara mencapai harapan itu
3.Bagaimana bila harapan itu tidak tercapai

Sebab sering kita saksikan banyak orang tua terlalu mengharapkan kepada anak- anaknya bagar menjadi dokter, insinyur, pendek kata mendapatkan jabatan atau pangkat yang tinggi. Menurut dugaaan bahwa semua pangkat, jabatan yang tinggi mampu memberikan kebahagiaan. Padahal
belum tentu demikian. Justru orang yang

berpangkat, kaya, kelihatan terpandang hatinya gundah, pikirannya kusut dan bingung. Sebliknya orang yang hidupnya serba sederhana kalau tidak mau dikatakan kekurangan hatinya selalu bahagia, tenang, damau. Mengapa demikian?

Bila kita ingat dengan kehidupan itu tidak hanya di dunia saja, namun juga di akhirat, bahkan kehidupan disana lebih abadi. Maka sudah selayaknya “harapan” untuk hidup bahagia di kedua tempat itu sudah kita niati.

Orang yang hanya mengharapkan niatnya hidup kaya, cenderung mudah sekali terseret ke jalan yang kurang baik. Sering orang yang seperti itu kurang memperhitungkan dari aturan permainan dalammendapatkan kekayaan itu. Tidak jarang klalu “menghalalkan cara”. Pegangan seperti itu mulai dilaksanakan sejak yang bersangkutan duduk dibangku pendidikan. Dilanjutkan pada saat mencari jabatan atau pekerjaan, dan disempurnakan pada waktu sudah menduduki suatu jabatan.

Akjirnya bila sudah kaya, semata-semata semuanya itu hanya untuk memuaskan kehendaknya, memuaskan hawa nafsunya. Karena kepuasan dilandasi hawa nafsu, maka selanya tidak akan merasa puas. Dan akhirnya tidak akan dapat merasakan bahagia. Tidak aneh orang itu nantinya akan melakukan hal-hal yang tidak terpuji, asal kehendaknya terpenuhi.

Ia menyadari sepenuhnya bahwa apa yang ada pada dirinya hanyalah titipan Tuhan. Banyak atau sedikitnya tidak dirisaukannya sehingga ia akan ikhlas mengeluarkannya, untuk kepentingan-kepentingan yang disenangi Tuhan; seperti membayar zakat, berkorban, membantu pembangunan masjid, memelihara anak yatim, dan sebagainya.

Seandainya harapan belum berhasil atau belum tercapai ia akan tetap bersabar tanpa mengurangi usahanya; sebab ia yakin Tuhan tidak akan mengubah nasibnya, bila ia sendiri tidak mau berusaha pada perubahan itu. Tidak ada kaumus putus asa, sebab putus asa adalah perbuatan orang-orang yang ingkar pada Tuhan. Bila harapannya berhasil maka ia akan meningkatkan rasa syukurnya namun bila belum berhasil maka ia akan tetap bersabar dan bertawakal.

Berharap agar hari esok lebih baik daripada hari ini memang hak dan kewajiban kita. Namun kita harus selalu sadar bahwa harapan tak selamanya menjadi kenyataan.Yang penting marilah kita selalu ingat pesan Nabi Muhammad saw. : “Berusahalah untuk urusan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya; dan berusahalah untuk urusan akhiratamu seolah-olah kamu akan mati esok pagi”.

sumber : google

Tidak ada komentar:

PERSIJA

PERSIJA